Jumat, 08 Mei 2015

5 Kapal Kuno Ditemukan diLaut Natuna




Lima artefak kapal dari abad ke-10
hingga ke-19 Masehi ditemukan di
wilayah perairan Kepulauan Natuna,
Kepulauan Riau. Temuan tersebut
menguatkan bahwa Natuna
merupakan titik penting dalam jalur
pelayaran perdagangan internasional
yang menghubungkan Tiongkok
dengan kawasan Asia Tenggara.
Selama dua pekan, 14-25 April 2015,
lima penyelam dari Pusat Arkeologi
Nasional menyelami tiga lokasi di
wilayah Laut Tiongkok Selatan. Ada
tiga lokasi yang menjadi target
utama penyelaman, yaitu Pulau
Buton, Pulau Laut, dan Karang Antik.
Namun, para peneliti hanya berhasil
memetakan temuan di Buton dan
Karang Antik.
"Kondisi arus sedang deras saat kami
berada di Pulau Laut," ujar Priyatno
Hadi, peneliti madya di Pusat
Arkeologi Nasional, Kamis (22/4).
Pulau Laut ini merupakan wilayah
terluar batas geografis Indonesia
dengan Laut Tiongkok Selatan. Para
peneliti belum mengetahui apakah
artefak kapal karam itu berteknologi
kapal Asia Tenggara atau Tiongkok.
Menurut informasi penduduk
setempat, sebenarnya ada lima lokasi
kapal masa kerajaan itu karam di
wilayah Natuna. Namun, karena
keterbatasan anggaran, penelitian
tahun ini hanya difokuskan pada
tiga lokasi. Untuk penelitian
tersebut, Pusat Arkeologi Nasional
hanya menganggarkan Rp 200 juta.
Di Karang Antik, tim peneliti
menemukan kapal kayu berukuran
besar dengan berbagai benda
keramik Tiongkok di dalamnya.
Temuan itu hanya berada di
kedalaman maksimal 15 meter dari
permukaan laut.
Ditilik dari pola hiasan dan bentuk
keramik, para peneliti menyimpulkan,
keramik tersebut berasal dari masa
Dinasti Sung (abad ke-10 hingga
ke-12 Masehi). Adapun di Buton,
peneliti memetakan kapal kayu
dengan muatan keramik dari masa
Dinasti Qing atau dikenal sebagai
Dinasti Manchuria yang berusia
lebih muda, yaitu dari abad ke-17
hingga ke-19 Masehi.
Priyatno mengatakan, dalam
arkeologi maritim, Natuna
merupakan situs yang menarik bagi
para peneliti. Natuna berada di jalur
strategis pelayaran perdagangan
internasional dari Laut Tiongkok
Selatan. Keberadaan kapal-kapal
karam di wilayah Natuna itu sudah
diduga sebelumnya karena di
sepanjang pesisir Kepulauan Natuna
banyak ditemukan pecahan keramik.
"Ini menjadi temuan luar biasa
karena kemungkinan pernah ada
permukiman di Kepulauan Natuna.
Bukti fisiknya adalah banyak sekali
temuan keramik pecah di sepanjang
pesisir pantai," kata Bambang Budi
Utomo, peneliti senior di Pusat
Arkeologi Nasional, yang ikut ke
lokasi.
Penduduk di sana, kata Bambang,
biasa mencari keramik utuh di
halaman rumah atau pantai.
Sebagian penduduk bahkan
menjadikan barang antik itu sebagai
mata pencarian. Meski sudah ada
bukti fisik berupa keramik, para
peneliti belum menemukan catatan
sejarah yang menyatakan pernah ada
permukiman di Natuna.
"Hanya ada berita Tiongkok yang
menyebutkan bahwa Natuna
merupakan tempat persinggahan
dan ada air tawar di sana," ujarnya.
Kapal-kapal dari Tiongkok atau yang
akan menuju Tiongkok kemungkinan
besar mengisi logistik di Natuna.
Bisa juga mereka merapat di Natuna
karena terkena badai.
Badai tropis yang sering muncul dan
lenyap tiba-tiba menjadi ancaman
kapal-kapal yang melalui Laut
Tiongkok Selatan. Sebagian kapal
yang tidak mampu menyelamatkan
diri akhirnya karam dengan muatan
keramik di dalamnya.
Dilihat dari umur keramiknya, kapal
masa Dinasti Sung berlayar ke
Nusantara (yang pada masa itu
menjadi pusat Asia Tenggara) untuk
berhubungan dagang dengan
Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan
Mataram Kuno di Jawa Tengah.
Kapal-kapal itu berlayar dari
Pelabuhan Kanton yang menjadi
pintu keluar para pedagang di
Tiongkok.
"Pada masa itu, peran Kerajaan
Tumasik (Singapura) belum ada
karena Tumasik baru lahir
berbarengan dengan masa Majapahit
di Jawa Timur, sekitar abad-14," ujar
Bambang.
Kapal perang
Selain menemukan kapal kayu, para
peneliti juga sempat melihat kapal
berbahan logam yang karam.
Menurut informasi penduduk, kapal
tersebut merupakan kapal perang
Rusia yang tenggelam ditembak
Jepang. "Namun, saat menyelam,
kami hanya melewatinya, belum
berfokus pada kapal yang diduga
kapal perang itu," kata Priyatno.
Hampir separuh dari lunas kapal
terpendam lumpur dan hanya bagian
atas yang terlihat. Berdasarkan
cerita penduduk lokal, masih ada
beberapa bangkai kapal sisa Perang
Dunia II yang ditemukan di wilayah
perairan Natuna.
Bangkai kapal perang dari negara
lain, kata Bambang, tidak bisa begitu
saja dieksplorasi oleh peneliti
Indonesia. Alasannya, ada aturan
hukum internasional yang
menyebutkan bahwa bangkai kapal
suatu negara yang tenggelam di
wilayah perairan negara lain tetap
menjadi hak milik negara asal kapal
tersebut.
Tahun 2013, Pusat Arkeologi Nasional
pernah menemukan bangkai kapal
selam Jerman dari jenis U-Boat
(unterseeboot) bernomor U-168 di
wilayah perairan Taman Nasional
Karimunjawa. Temuan itu
memunculkan tanda tanya, apa
peran Jerman di wilayah perairan
Nusantara pada masa Perang Dunia
II. Lokasi bangkai kapal sekitar 96
kilometer dari Karimunjawa di
kedalaman 19 meter.
Literatur Pemerintah Jerman
menyebut, pada masa PD II, dua
kapal tenggelam di perairan
Indonesia. Kapal U-168 tenggelam
tahun 1944, sedangkan U-183
tenggelam tahun 1945. Data misi U-
Boat menyebutkan, armada kapal
selam Jerman pernah berada di
perairan Laut Jawa, Laut Australia,
dan Samudra Hindia. "Misi Jerman
terkait persekutuan Jepang-Jerman
menghadapi sekutu," kata Bambang
yang mengetuai penelitian tersebut.
Berdasarkan kajian Pusat Arkeologi
Nasional, Jerman mempunyai
"pangkalan" di Pulau Penang
(Malaysia), Jakarta, dan Surabaya.
Kapal selam tenggelam akibat
torpedo. Lubang bekas torpedo
berada di ruang kontrol. Bambang
menyatakan, bangkai kapal itu
merupakan temuan besar. Sejumlah
artefak ditemukan, seperti piring
makan, cangkir, kacamata, teropong,
aki, dan alat selam.
Kapal U-Boat itu diduga armada
kapal perang Nazi Jerman meski
lambung kapal belum ditemukan.
Dugaan itu berdasarkan beberapa
sampel berciri simbol Nazi, seperti
lambang burung mencengkeram
lambang swastika. Lambang itu
ditemukan di bagian dasar piring
makan. Kini, penelitian arkeologi
bawah air masih menunggu
kelanjutan pemberian dana dari
pemerintah.

(Sumber: kompas.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar